Banyuwangi || Transisinews – Hary Priyanto, Dosen FISIP Untag 1945 Banyuwangi sekaligus Ketua Cabang Alumni GMNI Banyuwangi, periode: 2022-2027, berhasil Gelar Doktor Ilmu Administrasi dari. Penyematan tersebut dilakukan dalam Promosi Doktor di FISIP Universitas Jember pada 27 Juli 2022.
Lelaki yang kesehariannya sering menaiki motor klasik jenis Vespa bertuliskan birunya cinta ini mempertahankan disertasi dengan judul: Pelayanan Publik dalam Perspektif Pancasila. Penelitian yang dilakukan selama 2 tahun di Kabupaten Banyuwangi ini mendapat apresiasi dari para pengujinya dengnan nilai: A
Dalam Sidang Promosi Doktor selama 4 jam itu, Hary Priyanto memotret kesesuaian program pelayanan publik. Baginya, ketepatan pelayanan publik harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sasaran.
Birokrat harus bisa membimbing program publik dan memberi daya tekan yang jelas.
Menurut lelaki yang kerap touring dengan club Vespa HORE (Hobi Retro) ini menekankan bahwa kesesuaian program harus dengan melibatkan masyarakat. Prinsip public oriented jauh lebih baik dibanding state oriented. Harus didasari keinginan masyarakat, bukan atas kemauan serba pemerintah kabupaten saja. Pandangan tersebut karena pelayanan untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar masyarakat yang membutuhkan.
Pemerintah tidak sekedar sebagai agent of change (pembawa perubahan), tapi bertransformasi: agent of service (pemberi layanan). Konstitusi telah menegaskan bahwa tujuan pelayanan untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar masyarakat yang membutuhkan.
Dalam pandangan pakar administrasi publik yang terfokus pada Kebijakan dan Menejemen Publik dalam pendekatan ideologi Pancasila milik FISIP Untag 1945 Banyuwangi ini, bahwa Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah berhasil membentuk keberhasilan pelayanan, setidaknya dengan diperolehnya ratusan penghargaan baik regional, nasional dan internasional. Meski demikian ada hal yang samar, yaitu ada perilaku patologi dalam pelayanan sehingga membentuk citra buruk.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memang telah menyediakan alat penilaian masyarakat melalui mesin Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Meski demikian Hary Priyanto berpendapat bahwa perlu memperbaiki model penilaian tersebut.
Penggunaan kuantitatif IKM dengan model digital dan tidak adanya kewajiban birokrat meminta pemohon pelayanan mengisi IKM, sebagai pertanda bahwa keberadaan digitalisasi IKM hanya berstatus melebur kewajiban.
Selain daripada itu, Hary Priyanto menganggap bahwa patologi pelayanan tidak karena kurang kontrol dan tidak tegasnya sanksi, tapi karena tidak ada upaya pendirian Komisi Pelayanan Publik (KPP) sebagaimana dimaksud dalam Perda Kabupaten Banyuwangi nomor 3 tahun 2007, tentang pelayanan publik.
Dalam analisis dari pendekatan penelitian kualitatif perspektif konstruktif dan partisipatoris, KPP bukan pesaing pemerintah, tapi sebagai partner yang bermanfaat sebagai kontrol demi keselarasan hak dan kewajiban agar masyarakat berdiri tegak dalam mewujudkan kemajuan merata.
Dalam pidato promosi doktor, Hary Priyanto menegaskan bahwa kualitas pelayanan publik akan terjaga dengan baik jika di topang oleh implementor yang memegang teguh prinsip musyawarah dengan menjunjung tanggung jawab kemanusiaan yang beradab.(tim)