Opini  

Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak Anak

admin

Surabaya || Transisinews – Oleh : dr. Anggi Ovialita Yanitara Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan Universitas Hang Tuah. Anak merupakan asset bangsa dan negara yang adalah generasi penerus. Setiap anak memiliki hak asasi sama seperti manusia pada umumnya. Hak-hak anak telah diatur secara rapi dalam aturan perundang undangan positif di Indonesia dalam bentuk perlindungan dari berbagai tindak kejahatan agar hak-haknya tidak dilanggar, termasuk pelindungan terhadap tindak kekerasan seksual pada anak.

Kasus kekerasan seksual pada anak anak masih banyak ditemukan di masyarakat.

Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2021 menyatakan bahwa Kekerasan terhadap anak sebanyak 11.952 kasus dengan kekerasan seksual sebanyak 7.004 kasus. Hal ini artinya sebanyak 58,6 persen kasus kekerasan terhadap anak adalah kasus kekerasan seksual, Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia dari Januari sampai dengan Juli 2022 tercatat 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di 3 (25 persen) sekolah dalam wilayah kewenangan Kemendikbudristek dan 9 (75 persen) satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama, Dari 12 kasus itu, sebanyak 31 persen kekerasan seksual terjadi pada anak laki-laki dan 69 persen anak perempuan.

Berdasarkan jenjang pendidikan, kasus kekerasan terjadi dijenjang SD sebanyak 2 kasus, jenjang SMP sebanyak 1 kasus, pondok pesantren 5 kasus, madrasah tempat mengaji/tempat ibadah 3 kasus; dan 1 tempat kursus musik bagi anak usia TK dan SD. “Rentang usia korban antara 5-17 tahun. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan serta hukum yang dapat mengatur serta menanggulangi tindak kekerasan seksual pada anak anak dan membuat efek jera bagi para pelaku kekerasan seksual pada anak anak.

Pencegahan kekerasan seksual pada anak anak dapat dilakukan melalui pembekalan terhadap orang tua dan guru. Orang tua memiliki peran yang penting dalam pencegahan kekerasan seksual pada anak anak antara lain orang tua dapat menjalin komunikasi dan kehangatan dengan anak, memberikan edukasi seks pada anak, melakukan deteksi dini, serta mengajarkan anak untuk membuat batasan.

Selain itu, guru juga dapat mencegah kekerasan seksual terhadap anak anak disekolah dengan cara memberikan pendidikan seksual yaitu memberikan pemahaman kepada siswa tentang bagian tubuh yang bersifat pribadi dan harus dilindungi, mengajarkan siswanya mengenai bagaimana harus berperilaku bergaul dengan sesama memiliki sikap sopan santun, menciptakan lingkungan yang aman disekolah, serta guru dapat menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, mulai dari orang tua siswa, aparat hukum, fasilitas kesehatan hingga masyarakat di sekitar.

Kekerasan seksual yang terjadi pada anak merupakan kasus yang masuk sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Hal ini terdapat di dalam Undang Undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia di dalam pasal 53 sampai dengan 66.

Mengenai kekerasan seksual pada anak anak diatur di dalam Undang Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Di mana pada Pasal 76C dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak.

Sedangkan untuk sanksi pada Pasal 81 yakni dengan sanksi pidana berbentuk pidana penjara paling singkat adalah 5 (lima) tahun serta paling lama adalah 15 (lima belas) tahun. Disertai dengan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Selain beberapa undang undang di atas, terdapat undang-undang No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang juga dijadikan sebagai panduan dalam perlindungan terhadap kejadian-kejadian yang mengancam keselamatan anak. Di dalam Undang Undang No 35 Tahun 2014 pada Pasal 76D yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan ancaman kekerasan atau kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 81 Perpu nomor 1 tahun 2016 menyatakan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Hal tersebut sesuai sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya terkait undang-undang yang mengatur kasus kekerasan seksual pada anak.

Diharapkan dengan adanya undang-undang yang mengatur kasus-kasus kekerasan pada anak dapat mencegah dan menurunkan tingkat kasus kekerasan yang terjadi. Agar dapat berjalan dengan baik maka perlu dilakukannya penegakkan hukum bagi pelaku tindak kekerasan seksual sehingga dapat memberikan efek jera dan meminimalisir tindak kekerasan seksual terhadap anak-anak.(team)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Opini  

Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak Anak

admin

Surabaya || Transisinews – Oleh : dr. Anggi Ovialita Yanitara Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan Universitas Hang Tuah. Anak merupakan asset bangsa dan negara yang adalah generasi penerus. Setiap anak memiliki hak asasi sama seperti manusia pada umumnya. Hak-hak anak telah diatur secara rapi dalam aturan perundang undangan positif di Indonesia dalam bentuk perlindungan dari berbagai tindak kejahatan agar hak-haknya tidak dilanggar, termasuk pelindungan terhadap tindak kekerasan seksual pada anak.

Kasus kekerasan seksual pada anak anak masih banyak ditemukan di masyarakat.

Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2021 menyatakan bahwa Kekerasan terhadap anak sebanyak 11.952 kasus dengan kekerasan seksual sebanyak 7.004 kasus. Hal ini artinya sebanyak 58,6 persen kasus kekerasan terhadap anak adalah kasus kekerasan seksual, Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia dari Januari sampai dengan Juli 2022 tercatat 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di 3 (25 persen) sekolah dalam wilayah kewenangan Kemendikbudristek dan 9 (75 persen) satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama, Dari 12 kasus itu, sebanyak 31 persen kekerasan seksual terjadi pada anak laki-laki dan 69 persen anak perempuan.

Berdasarkan jenjang pendidikan, kasus kekerasan terjadi dijenjang SD sebanyak 2 kasus, jenjang SMP sebanyak 1 kasus, pondok pesantren 5 kasus, madrasah tempat mengaji/tempat ibadah 3 kasus; dan 1 tempat kursus musik bagi anak usia TK dan SD. “Rentang usia korban antara 5-17 tahun. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan serta hukum yang dapat mengatur serta menanggulangi tindak kekerasan seksual pada anak anak dan membuat efek jera bagi para pelaku kekerasan seksual pada anak anak.

Pencegahan kekerasan seksual pada anak anak dapat dilakukan melalui pembekalan terhadap orang tua dan guru. Orang tua memiliki peran yang penting dalam pencegahan kekerasan seksual pada anak anak antara lain orang tua dapat menjalin komunikasi dan kehangatan dengan anak, memberikan edukasi seks pada anak, melakukan deteksi dini, serta mengajarkan anak untuk membuat batasan.

Selain itu, guru juga dapat mencegah kekerasan seksual terhadap anak anak disekolah dengan cara memberikan pendidikan seksual yaitu memberikan pemahaman kepada siswa tentang bagian tubuh yang bersifat pribadi dan harus dilindungi, mengajarkan siswanya mengenai bagaimana harus berperilaku bergaul dengan sesama memiliki sikap sopan santun, menciptakan lingkungan yang aman disekolah, serta guru dapat menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, mulai dari orang tua siswa, aparat hukum, fasilitas kesehatan hingga masyarakat di sekitar.

Kekerasan seksual yang terjadi pada anak merupakan kasus yang masuk sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Hal ini terdapat di dalam Undang Undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia di dalam pasal 53 sampai dengan 66.

Mengenai kekerasan seksual pada anak anak diatur di dalam Undang Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Di mana pada Pasal 76C dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak.

Sedangkan untuk sanksi pada Pasal 81 yakni dengan sanksi pidana berbentuk pidana penjara paling singkat adalah 5 (lima) tahun serta paling lama adalah 15 (lima belas) tahun. Disertai dengan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Selain beberapa undang undang di atas, terdapat undang-undang No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang juga dijadikan sebagai panduan dalam perlindungan terhadap kejadian-kejadian yang mengancam keselamatan anak. Di dalam Undang Undang No 35 Tahun 2014 pada Pasal 76D yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan ancaman kekerasan atau kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 81 Perpu nomor 1 tahun 2016 menyatakan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Hal tersebut sesuai sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya terkait undang-undang yang mengatur kasus kekerasan seksual pada anak.

Diharapkan dengan adanya undang-undang yang mengatur kasus-kasus kekerasan pada anak dapat mencegah dan menurunkan tingkat kasus kekerasan yang terjadi. Agar dapat berjalan dengan baik maka perlu dilakukannya penegakkan hukum bagi pelaku tindak kekerasan seksual sehingga dapat memberikan efek jera dan meminimalisir tindak kekerasan seksual terhadap anak-anak.(team)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *