Opini  

Komunikasi Bupati Perlu Naik Kelas

admin

Banyuwangi || Transisinews – Komunikasi publik, seorang Bupati Banyuwangi, banyak menimbulkan argumentasi polemik dan tidak bijak. Serasa masukan serta kritikan membangun dianggap sebuah PROVOKASI yang dapat meresahkan masyarakat.

Narasi seorang pejabat publik, seharusnya ditimbang dan diperhitungkan, apakah susunan kata yang disampaikan dapat menumbulkan konflik dan pertentangan baik perspektif dan kaidah norma yang berlaku. Jum’at 02/12/2022.

Bahkan lebih jauh lagi permasalahan hukum dan kebijakan yang sebenarnya Pemkab Banyuwangi sendiri yang kurang kemampuan dalam menyusun merencanakan dan memformalkan.

Ketika masyarakat diharuskan taat hukum, sedangkan landasan mereka sendiri justru pelanggar hukum yang jauh lebih berdampak kepada masyarakat.

Misalkan perencanaan tata ruang mulai dari RDTR, LP2B, HGU, KKOP, Ruang sempadan sungai, pantai, tangkapan air, aturan terhadap pemberian legal HGU yang ditabrak secara hukum, semua kendali terbesar bukan pasa rakyat, tapi kemampuan Pemkab dan Leadership.

Kebijakan yang kurang cermat, cenderung menyalahkan rakyatnya, adalah gambaran kemapuan dalam manajemen pengelolaan pemerintahan. “Menyalahkan alam dan rakyat, adalah bentuk pelepasan tanggung jawab dan integritas kemampuan yg dipertaruhkan.

Rasionalitas sebagai Pejabat Publik, yang sudah seharusnya diatas rata rata dari rakyat biasa. “Seorang pejabat publik, sudah mendapat dukungan yang besar dari berbagai aspek, SDM yang besar, anggaran, pengamanan, peralatan, mobilitas, tapi masih menyalahkan rakyat dan alam.

Sensitifitas memang perlu, tetapi bukan
sensi yang irasional dan logic dengan narasi kata yang menimbulkan potensi friksi sosial dan lingkungan, bahkan bertabrakan dengan logika hukum dan aspek ilmiah.

Banjir bukan terjadi tiba tiba. Alam yang tergradasi, kebijakan serampangan, kepwntingan politik dan bisnis memperburuk kondisi alam yang mempertahankan keseimbangan.

Kalau saja bupati menyuruh anak buahnya dlm mengawasi, kemampuan perencanaan dlm derail tata ruang, kalau saja berkomunikasi membangun dan mencerdaskan, kalau saja perlakuan yang sama dengan ribetnnya aturan, dan perizinan, maka tidak mungkin bypati akan mengelurkan narasi seperti itu.

Bahkan kata yang keluar represwntatif dari hati dan rasa seorang pemimpin dalam tindakan.

Oleh : Andi Purnama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *