Banyuwangi || Transisinews – Aktivitas pertambangan pasir ilegal kembali marak di sejumlah lokasi di Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa timur. Salah satunya di Desa Kemberitan, Kecamatan Genteng.
Aktivitas pertambangan pasir dilakukan kembali oleh sejumlah pihak, meski sekitar sepekan yang lalu sempat sudah ditutup.
Berdasarkan penelusuran Team Investigasi Aliansi Setia Nawaksara Indonesia ( SNI ) , puluhan truk terlihat keluar masuk membawa pasir dari kawasan desa Kembiritan. Aktivitas penambangan dilakukan di tepi jalan,
Pasalnya tampak alat berat yang digunakan untuk mengupas lahan.
Ketua Investigasi Aliansi Setia Nawaksara Indonesia ( SNI ) sapaan akrabnya Aldi mengatakan. ” tambang ini sempat tutup cukup lama, dan lingkungan jalan sempat bersih kembali, saat kami melintas di desa Kemberitan, kami melihat jalan terlihat kotor, seperti habis dilintasi truk membawa pasir/tanah uruk, setelah kami telusuri dari mana sumber kotornya jalan, ternyata kami menemukan adanya aktivitas tambang yang sempat ditutup lama.”ucap Aldi.
Aktivis muda yang Akrab dipanggil Lanni, menambahkan. “patut diduga ada oknum yang membiarkan tambang tersebut beraktivitas kembali, apalagi begitu terang-terangan tambang ini buka di pinggir jalan Raya, dan sejauh mana izin tambang tersebut, hingga bebasnya beraktivitas.”tegasnya.
Saat awak media meminta keterangan kepada warga setampat, berinisial YT menjelaskan. “benar mas, tambang itu sempat tutup lama, saya pun baru tau itu buka lagi, kami cuma kawatir jalan menjadi licin karena adanya berceceran pasir dijalan, apalagi pas di tikungan, kadang sering pengendara hampir jatuh karena licin itu mas.”jelas YT warga setempat.
Sebagaimana Kegiatan penambangan dimana pelakunya tidak memiliki izin, maka perbuatannya merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 158 UU Pertambangan yang berbunyi:
Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).red*
Nara Sumber : Raden